Saturday, December 29, 2007

Bahasa Suroboyoan itu Kasar

TAPI JANGAN LIHAT ORANG SURABAYA DARI GRAMMAR-NYA

Walaupun dialek Surabaya atau bahasa yang dipakai orang Surabaya dalam bertutur kata itu kasar dan nada bisaranya pun terkesan keras, akan tetapi sebenarnya tidak semua orang Surabaya itu bisa dikonotasikan perilaku dan sifatnya kasar juga. Tetapi banyak juga orang Surabaya itu yang juga baik budinya... hehehehehe.. So, don't judge the book by it's cover....!!!

Coba dengarkan percakapan antara Si Suro dan Si Boyo dalam video berikut ini:


Download Link for this video is here (3GP 10.4MB)


[...]Ada juga film yang cerita soal Suro-Boyo. Itu lho, hiu dan buaya yang cerita jadulnya, konon mereka berantem sampai tewas dan itu yang jadi asal usul nama Kota Surabaya. Cuma, dalam film berjudul Grammar yang dibikin sama Mohammad Sholikin ini, Suro dan Boyo malah berteman dekat. Si Suro yang lagi sakit berat telepon si Boyo dan minta pinjaman duit. Enggak tanggung-tanggung saudara-saudara! Dia minta pinjaman duit Rp 500 juta buat operasi, gara-gara pas dia berenang lalu sesak napas, kebanyakan lumpur.[...]

Bahasa Surabaya atau yang lebih dikenal dengan bahasa Suroboyoan ini adalah salah satu bahasa Jawa yang tergolong paling kasar diantara kerabatnya yang lain. Dibandingkan dengan bahasa Jawa yang ada di Jawa Tengah atau Jawa Timur bagian barat tentunya bahasa Suroboyoan ini sangat jauh sekali. Semakin ke barat maka semakin halus pula penggunaan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari bagi penuturnya..... Jadi jelas pula kalau bahasa Jawa orang Solo begitu halus, sementara bahasa Jawa orang Surabaya kasar dan cenderung apa adanya, ceplas-ceplos serta lebih kasar. Misalnya, ada tiga kosakata untuk menunjukkan pengertian mati, yaitu mati, matek, dan bongko. "He, wong tuwek iku matek njlungup nang sumur ndase tugel!" (Orang tua itu mati masuk sumur, kepalanya patah). Masak orang mati disamakan seperti binatang saja, Matek, Ndase......

Ya.. Bahasa Suroboyan ini memang cenderung apa adanya dan simple.... Dalam mengucapkan kata-kata sehingga membentuk kalimat orang Surabaya terkesan efisien.. Mereka tidak membutuhkan banyak kata untuk mendeskripsikan sesuatu hal atau keinginan mereka, tak heran pula kalau orang Surabaya sedikit gagap jika disuruh mendeskripsikan tentang suatu hal apalagi menggunakan berbahasa Indonesia (kalau anda sering lihat B-Cak Berita Kocak di JTV, red). Susunan katanya pun acak adut kadang-kadang. Saya sendiri pun mengakuinya.... Bahasa Jawa pada umumnya dan terlebih lagi yang ada di Surabaya ini jarang sekali mengenal pedoman S-P-O-K seperti yang pernah kita dapatkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah....

Dalam bahasa Surabaya sering didapati kata-kata kasar seperti ini dancuk, jancuk, jancok, cuk, simboke ancok, taek, jangkrik, matamu, damput, asu, wuasyu, dan lain-lain. Serangkaian kata-kata kotor itu pada penggunaan bahasa Jawa secara umum dipandang orang sebagai kata-kata yang kasar, saru dan kotor. Normalnya, kata-kata tersebut dipakai untuk memarahi dan membenci seseorang. Akan tetapi untuk masyarakat Surabaya kata-kata ini digunakan dalam situasi penuh keakraban, terutama kata dancuk, diamput, dan jangkrik (sebagai pengganti kata panggil, misalnya mas atau mbak.. menjadi cuk atau jancuk). Misalnya, "Yoopo kabarmu, cuk" normalnya adalah seperti ini "Bagaimana kabarmu, mas?". Serta orang yang diajak bicara tersebut seharusnya tidak marah, karena percakapan tersebut diselingi dengan canda tawa penuh keakraban dan berjabat tangan dong... Hehehehe....

No comments:

Post a Comment